Elektroforesis merupakan teknik yang umum digunakan untuk analisis DNA dan protein. Melalui teknik ini dapat ditentukan:
1. Berat molekul suatu bahan
2. Banyaknya jenis protein pada suatu sampel
3. Adanya pemalsuan bahan atau kerusakan/kontaminasi bahan
4. Adanya antibodi terhadap virus atau bakteri pathogen tertentu
5. Titik isoelektrik protein
Berbagai macam teknik elektroforesis telah berkembang yaitu elektroforesis horizontal maupun vertikal. Berdasarkan jenisnya, ada dua macam elektroforesis yaitu:
1. Elektroforesis bebas (free electrophoresis): molekul atau partikel yang akan dipisahkan tersebar di seluruh larutan. Pemberian arus listrik pada larutan yang mengandung partikel tersebut akan menyebabkan terbentuknya batas di antara dua larutan.
2. Elektroforesis zona: merupakan jenis elektroforesis yang paling banyak digunakan, mempergunakan media penunjang, seperti kertas, selulosa asetat, agarosa atau poliakrilamid.
Untuk analisis DNA gel yang digunakan adalah agarosa, suatu polisakarida. Elektroforesis yang dilakukan adalah sistem horizontal. DNA yang bermuatan negatif akan bergerak ke arah kutub positif melalui molekul-molekul agarosa. Selain agarosa, gel poliakrilamid juga dapat digunakan untuk memisahkan DNA, terutama untuk fragmen yang berukuran kecil (antara 5 bp-<1 kb), misalnya untuk sekuensing. Laju migrasi DNA pada agarosa dipengaruhi oleh beberapa faktor:
1. Arus listrik
Semakin besar arus listrik yang digunakan, laju migrasi akan semakin cepat. Akan tetapi jika arus yang digunakan besar, akan menimbulkan panas yang dapat menyebabkan gel meleleh.
2. Konsentrasi gel
Konsentrasi agarosa yang digunakan akan menentukan besarnya pori-pori gel yang akan memisahkan DNA. Untuk mendapatkan resolusi yang tinggi digunakan konsentrasi agarosa yang lebih tinggi. Agarosa umumnya dipakai dalam konsentrasi antara 1%-3%. Berikut adalah konsentrasi agarosa yang harus digunakan untuk memisahkan DNA berukuran tertentu:
Tabel 1. Konsentrasi agarosa dalam pemisahan DNA berdasarkan ukuran (kb)
3. Ukuran molekul
Molekul yang berukuran lebih kecil akan lebih mudah melalui pori-pori gel sehingga laju migrasinya lebih cepat. Tetapi ini hanya berlaku untuk fragmen yang berukuran antara 0,5-15 kbp dan bila konformasinya sama. Kecepatan migrasi akan berbanding terbalik dengan log 10 dari jumlah pasangan basa.
4. Bentuk molekul
DNA dapat memiliki beberapa kemungkinan bentuk, yaitu supercoil (SC), sirkular (S), linear (L). Laju migrasi masing-masing dari yang paling cepat adalah SC > L > S. Untuk SC dan S, laju migrasinya lebih ditentukan oleh bentuk molekul daripada ukurannya.
5. ssDNA (single stranded DNA) lebih cepat migrasinya dibandingkan dengan dsDNA (double stranded DNA) yang berukuran sama.
6. Arah medan listrik
Molekul DNA akan bermigrasi dengan kecepatan yang berbanding terbalik dengan ukuran molekulnya jika medan listrik tetap/konstan. Jika arah medan listrik diubah, molekul yang besar akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk reorientasi. Elektroforesis dengan mengubah arah medan listrik secara periodik dikenal dengan Pulsed Field Gel Electrophoresis (PFGE).
7. Adanya Ethidium Bromida di dalam gel
Hal ini mengakibatkan pengurangan tingkat kecepatan migrasi molekul DNA linear sebesar 15%. Larutan ini sangat berbahaya dan bersifat karsinogenik. Semua larutan yang mengandung ethidium bromida harus didekontaminasi sebelum dibuang.
8. Komposisi Larutan Bufer
Apabila tidak ada kekuatan ion di dalam larutan, maka aliran listrik akan sangat minimal dan migrasi DNA sangat lambat, sedangkan larutan bufer berkekuatan ion tinggi akan meningkatkan panas sehingga aliran listrik akan menjadi sangat maksimal. Ada kemungkinan gel akan meleleh dan DNA dapat mengalami denaturasi.
Peralatan untuk elektroforesis secara umum terdiri dari 2 komponen utama, yaitu power supply sebagai sumber arus listrik dan tangki elektroforesis. Untuk menghantarkan listrik, gel diletakkan dalam suatu bufer (TAE/TBE). Bufer yang sama digunakan untuk membuat gel. Untuk pewarnaan digunakan Ethidium Bromida, suatu zat pewarna yang dapat menyisip/interkalasi di antara basa DNA pada dua utas DNA yang berlainan. Ethidium Bromida (EtBr) akan berpendar di bawah paparan sinar UV. Pewarna ini dapat ditambahkan pada gel dan bufer sehingga tidak perlu melakukan staining sesudah proses elektroforesis. Keuntungannya adalah lebih praktis, tetapi kemungkinan kontaminasi EtBr lebih besar. EtBr adalah zat yang bersifat karsinogenik sehingga harus dihindari kontak langsung.
Gambar 1. Peralatan Elektroforesis
Untuk memasukkan sampel pada sumur-sumur yang ada di gel, sampel harus dicampur dengan loading bufer yang biasanya mengandung pemberat dan satu/lebih zat warna. Gliserol/sukrosa berfungsi sebagai pemberat sehingga sampel dapat tenggelam ke dasar gel dan tidak melayang keluar. Zat warna yang digunakan biasanya adalah bromophenol blue dan/atau xylene cyanol. Fungsinya adalah untuk menandai kemajuan proses elektroforesis dan menentukan kapan saatnya harus menghentikan proses.
Setelah elektroforesis selesai, gel direndam dalam larutan EtBr (jika tidak ditambahkan pada gel/buffer). Selanjutnya gel dibilas dan dilihat di bawah paparan sinar UV. Ethidium Bromida yang menginterkalasi diantara 2 utas DNA akan berpendar, sehingga dapat dilihat fragmen-fragmen DNA yang terpisah. Bila dibutuhkan gel dapat difoto dengan kamera Polaroid.
Untuk penanda ukuran molekul, digunakan potongan-potongan DNA yang telah diketahui ukurannya. Untuk menentukan ukuran fragmen DNA pada sampel dibandingkan mobilitasnya relatif terhadap fragmen penanda. Penanda yang paling banyak digunakan adalah DNA bacteriofag lambda yang dipotong dengan enzim restriksi HindIII. Selanjutnya dibuat kurva standar antara log ukuran fragmen dengan mobilitasnya. Kurva ini dapat digunakan untuk menentukan ukuran fragmen DNA pada sampel.
Selama ini, dikenal dua jenis gel yang sering digunakan untuk proses elektroforesis, yaitu gel agarosa dan gel poliakrilamid.
1. Gel agarosa
Secara fisik, agarosa tampak seperti bubuk putih yang sangat halus. Agarosa yang dijual secara komersial terkontaminasi dengan polisakarida, garam dan protein. Banyak sedikitnya kontaminasi di dalam gel dan kemampuan mengambil DNA dari dalam gel untuk digunakan sebagai substrat dalam reaksi enzimatis. Gel agarosa dapat dicetak dengan memanaskan agarosa dalam larutan bufer sampai didapatkan larutan jernih. Larutan yang masih cair (dengan temperatur sekitar 60°C) dituangkan ke dalam pencetak gel. Segera setelah itu, sisir ditempatkan di dekat tepian gel dan gel dibiarkan mengeras. Kepadatan gel bergantung pada presentase agarosa di dalam larutan tadi. Apabila gel telah mengeras, sisir dicabut sehingga akan terbentuk sumur-sumur yang digunakan untuk menempatkan larutan DNA. Jika gel ditempatkan ke dalam tangki elektroforesis yang mengandung larutan bufer dan tangki tersebut dialiri listrik, molekul DNA yang bermuatan negatif pada pH netral akan bergerak (migrasi) ke arah positif (anoda).
2. Gel Poliakrilamid
Terbentuknya gel ini tidak dilakukan dengan pemanasan, tetapi dengan mencampurkan larutan akrilamid dengan ammonium persulfat dan TEMED (N,N,N’,N’-tetramethyl ethylenediamine). Pencampuran ini akan mengakibatkan monomer akrilamid mengalami polimerisasi menjadi rantai panjang. Dengan penambahan senyawa lain N,N’-methylene bisacrylamide di dalam proses polimerisasi, terbentuk cross linked antar rantai panjang sehingga terbentuk gel yang tingkat porositasnya ditentukan oleh panjang rantai dan derajat penyilangan antar rantai (cross link).
Panjang rantai polimer akrilamid ditentukan oleh konsentrasi akrilamid di dalam reaksi polimerisasi (antara 3,5% dan 20%). Senyawa bisacrylamide yang berfungsi sebagai cross linker ditambahkan dengan perbandingan 1:29 terhadap akrilamid. Efektifitas pemisahan DNA di dalam gel poliakrilamid tergantung dari konsentrasi akrilamid.
Gel poliakrilamid dapat disiapkan untuk elektroforesis sepanjang 10 cm sampai 100 cm, yang bergantung dari pemisahan DNA yang diinginkan dan elektroforesis dilakukan pada posisi vertikal (tidak horizontal seperti pada gel agarosa). Dibanding gel agarosa, gel poliakrilamid memiliki beberapa keuntungan, yaitu:
1. Resolusi dalam memisahkan DNA lebih tinggi sehingga panjang molekul DNA yang berbeda hanya satu nukleotida dapat dideteksi.
2. Gel poliakrilamid dapat menampung jumlah DNA yang labih besar daripada gel agarosa.
3. DNA yang diekstrak dari gel poliakrilamid bersifat sangat murni dan dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut.
Ada dua jenis poliakrilamid yang biasa digunakan, yaitu:
1. Gel poliakrilamid non-denaturasi untuk separasi dan purifikasi molekul DNA untai ganda (double stranded DNA). Gel ini digunakan untuk elektroforesis dalam larutan TBE (penyangga) dengan voltase rendah (1-8 V/cm) untuk mencegah terjadinya denaturasi (pembelahan) molekul DNA akibat panas yang ditimbulkan aliran listrik. Kecepatan migrasi molekul DNA untai ganda di dalam gel ini kira-kira berbanding terbalik dengan log10 ukuran molekul DNA. Kecepatan migrasi ini juga dipengaruhi oleh komposisi basa dan sekuen DNA. Jadi, dua molekul DNA yang berukuran persis sama mengalami migrasi dengan kecepatan yang berbeda sekitar 10%. Karena karakter yang demikian, gel ini tidak dapat digunakan untuk menentukan ukuran panjang molekul DNA untai ganda.
2. Gel poliakrilamid denaturasi untuk separasi dan purifikasi molekul DNA untai tunggal (single stranded DNA). Gel ini dibuat dengan mencampurkan senyawa kimia (urea atau dapat juga formamide) yang mencegah terjadinya penempelan antar nukleotida yang saling berkomplemen (base pairing). Alkali tidak dapat digunakan karena dapat mendeaminasi akrilamid sedangkan methylmercuric hydroxide juga tidak dapat digunakan karena dapat menghambat proses polimerisasi akrilamid. Migrasi molekul DNA untai tunggal di dalam gel ini sama sekali tidak terpengaruh oleh komposisi basa dan sekuen DNA. Sampai saat ini, gel jenis ini sering digunakan untuk isolasi DNA berlabel, analisis DNA hasil digesti enzim nuklease atau yang paling sering untuk mensekuen DNA (DNA Sequensing).