Spiga

Tempe, Makanan Populer dan Bergizi Tinggi

Tempe merupakan makanan tradisional yang sangat populer di Indonesia, terutama di kalangan masyarakat Jawa. Makanan tersebut merupakan produk fermentasi yang bahan bakunya adalah kedelai (pada umumnya). Fermentasi pada tempe, dapat menghilangkan bau langu dari kedelai yang disebabkan oleh aktivitas dari enzim lipoksigenase. Jamur yang berperan dalam proses fermentasi tersebut adalah Rhizopus oligosporus. Beberapa sifat penting dari jamur tersebut antara lain: aktivitas enzimnya, kemampuan menghasilkan antibiotika, biosintesa vitamin B, kebutuhannya akan senyawa sumber karbon dan nitrogen, perkecambahan spora dan penetrasi miselia jamur tempe ke dalam jaringan biji kedelai.

Secara kuantitatif, nilai gizi tempe lebih rendah daripada nilai gizi kedelai (lihat tabel 1). Namun, secara kualitatif nilai gizi tempe lebih tinggi karena tempe mempunyai nilai cerna yang lebih baik. Hal ini disebabkan kadar protein yang larut dalam air akan meningkat akibat aktivitas enzim proteolitik. Studi tentang nilai gizi tempe dengan menggunakan sukarelawan telah banyak dilakukan, misalnya dengan memperkenalkan makanan campuran tempe, beras dan ketela untuk meningkatkan status gizi anak-anak balita yang menderita malnutrisi. Selain itu, makanan campuran yang mengandung tempe memiliki potensi sebagai terapi medis bagi penderita diare kronis.
Tabel 1. Kandungan Zat Gizi Kedelai dan Tempe

Melihat manfaat yang cukup besar dalam menunjang kesehatan, nampaknya kita perlu menghadirkan tempe dalam menu kita sehari-hari, selain kandungan gizinya baik (protein nabatinya tinggi) harganya juga terjangkau.
Salah satu prosedur pembuatan tempe dan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi selama pembuatan tempe dapat dilihat di Tabel 2.
Tabel 2. Prosedur dan Kemungkinan yang dapat terjadi Selama Pembuatan Tempe


Readmore »»

Bioteknologi, Solusi Masalah Pangan dan Kesehatan

Bioteknologi menjadi topik menarik penelitian di dunia untuk mengatasi berbagai masalah, dari pangan sampai kesehatan. Apalagi sejak dikembangkannya teknologi DNA rekombinan yang memungkinkan untuk menghasilkan sesuatu yang sebelumnya sulit untuk dibayangkan keberadaannya.
DNA sebagai bahan materi genetik, mampu dimanipulasi dan direkayasa sesuai dengan keinginan manusia. Hal inilah yang menjadi pokok perbincangan dalam talkshow bertajuk “Biotechnology, The Next Great Enterpreneurial Wave” yang diadakan oleh Universitas Paramadina.
Menurut M. Arief Budiman, Ph.D, pakar bioteknologi yang sekarang bekerja di Orion Genomics, Amerika Serikat, pengembangan bioteknologi DNA rekombinan sangat banyak manfaatnya, khususnya di bidang agrikultur dan kedokteran. Dalam bidang agrikultur, bioteknologi dengan sistem genom, dapat memperbaiki mutu tanaman dan hewan ternak. Sistem genom merupakan sistem molekuler biologis dalam lingkup yang besar.

“Sebelum ada proyek genom, rata-rata hasil pertanian di Amerika hilang sebesar 78,4% dari total yang seharusnya”, kata Arief. Penyebab hilangnya jumlah produksi tanaman tersebut bisa karena penyakit, serangga, gulma dan lingkungan. Penyumbang terbesar kehilangan ini adalah lingkungan, baik berupa curah hujan yang tinggi, kekeringan, hujan es, dan lain-lain.
Di AS, teknologi yang baru sampai pada pencegahan terjadinya gangguan akibat gulma dan serangga. Sekarang ini, para peneliti bioteknologi sedang berupaya mendapatkan gen yang tahan terhadap kondisi lingkungan tertentu.
Setelah menemukan gen yang tahan tersebut, para peneliti akan menyuntikkan gen tumbuhan itu ke dalam tumbuhan lain yang ingin diberikan sifat yang sama dengan tumbuhan pemilik gen tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk menjadikan tumbuhan memiliki sifat adaptasi lingkungan yang sama dengan tumbuhan yang gen nya dimasukkan ke dalam kromosom tumbuhan tersebut.


Deteksi Kanker
Selain pada bidang agrikultur, bioteknologi juga banyak memberikan manfaat dalam bidang kedokteran. Dengan adanya bioteknologi, kita dapat mendiagnosa, terapi, serta monitoring penyakit. Tidak hanya itu, bioteknologi juga memungkinkan kita untuk mendesain vaksin yang cocok terhadap penyakit tertentu.
Pada talkshow tersebut, juga ditekankan manfaat bioteknologi dalam usaha pendeteksian kanker secara dini. Dengan bioteknologi, sel-sel penyakit kanker bisa terdeteksi sejak stadium 1 sehingga penanganannya bisa cepat dan masih mungkin diobati dengan biopsi atau kemoterapi.
“Sebenarnya, bakat penyakit kanker juga sudah bisa terdeteksi dengan bioteknologi. Hanya saja, alat yang mendeteksi itu sekarang belum diberi marker”, kata Arief.
Pendeteksian dengan menggunakan bioteknologi juga bersifat lebih akurat dari segi spesifitas dan sensifitas. Secara spesifitas, orang-orang yang sehat dapat dideteksi menderita kanker atau tidak dengan tingkat keakuratan 100%.
Hal ini sebagai langkah antisipasi kesalahan diagnosa yang mungkin menyebabkan orang sehat harus menjalani kemoterapi atau biopsi yang justru akan membahayakan nyawanya. Secara sensifitas, penderita kanker yang melakukan tes dapat diketahui mengidap gen kanker sehingga penanganannya dapat diusahakan sedini mungkin.
Sumber: Kompas

Readmore »»

Era Pasca Genom Padi

Inisiatif Jepang memimpin kolaborasi riset genom padi dengan melibatkan peneliti-peneliti terkemuka dari berbagai negara, telah berhasil mengungkapkan dan memetakan keseluruhan kode gen pada 12 kromosom yang melibatkan tanaman padi, sebagaimana terakhir dipublikasikan pada jurnal Nature 11 Agustus 2005 yang lalu. Tentunya kita bertanya-tanya apa yang bisa kita lakukan untuk memanfaatkan informasi gen yang jumlahnya mencapai 37 ribu itu. Bisakah kita memanfaatkan semuanya?
Bagi orang yang pernah mempelajari genetika, tentunya pernah belajar simulasi sederhana kasus genetika yang mewakili satu sifat misalnya, sifat bulat/kisut pada bentuk biji kacang kapri. Kasus tersebut hanya diwakili oleh satu sifat gen. Dalam mengidentifikasi dan merekayasa gen semacam itu, dibutuhkan kerja ekstra keras, apalagi sekarang kita berhadapan dengan lebih dari 37 ribu gen, tentunya ini merupakan pekerjaan yang sangat berat ditambah lagi dengan diperkirakannya bahwa diantara gen-gen tersebut terdapat berbagai gen yang mendukung (upregulate) dan bertolak belakang (downregulate) dengan gen lainnya dalam membangun sebuah sifat pada tanaman padi, disamping sifat-sifat yang diwakili oleh satu gen. Diharapkan ke depannya, gen-gen yang telah terungkap ini bisa diketahui fungsinya sehingga bisa bermanfaat dalam upaya perekayasaan tanaman yang unggul (gen fungsional).

Inilah yang ingin dikemukakan oleh beberapa peneliti yang sejak tahun 1998 terlibat dalam proyek sekuensing genom padi internasional (IRGSP) pada pertemuan ke-10 SABRAQ (Society for the Advancement of Breeding Researches in Asia and Oceania) di Tsukuba-Jepang pada tanggal 22-23 Agustus 2005 lalu. Mereka diberikan kesempatan pada sesi pembukaan di hari pertama pertemuan empat tahunan ini, untuk menjelaskan tentang tantangan dan peluang yang terkemuka dari pengungkapan kode genom padi tersebut.
Setidaknya dua peneliti yang mempunyai nama besar di bidang genetika dan bioteknologi tanaman padi, seperti Dr. Makoto Marsuoko (IRGSP/National Institute of Agrobiological Sciences – Japan) dan Dr. Bin Han (IRGSP/National Center for Gene Research, Chineses Academy of Science) turut menyampaikan topik mengenai genom sekuen pada padi. Dr. Baltazar A. Antonio (NIAS) juga berkesempatan menyampaikan rencana riset pasca genom padi yang ditargetkan pada tahun 2010 mampu mengindentifikasi gen fungsional pada padi sebesar 50% dari keseluruhan gen ini. Selanjutnya berturut-turut pembahasan dilanjutkan dengan topik-topik yang menyangkut beberapa contoh gen fungsional atau bagian dari gen yang berfungsi dalam pembentukan sifat pada tanaman padi misalnya gen yang mempengaruhi pemanjangan batang, penyerapan silicon sebagai mekanisme ketahanan tanaman terhadap serangan hama/penyakit dan kualitas/rasa beras.
Satu permasalahan yang masih tersisa dari kolaborasi riset genom padi adalah banyaknya data gen yang diperoleh dari berbagai peneliti yang tersebar di 32 lembaga riset di dunia menyebabkan sulitnya memperoleh akses data-data tersebut. Salah satu rencana untuk mengatasi permasalah tersebut yaitu penataan bioinformasi dengan mengumpulkan data-data tersebut dan membuat suatu database khusus untuk data genomic tanaman padi yang dapat diakses secara terbuka melalui website tersendiri. Meskipun dibangun sistem tersendiri untuk data genomic tanaman padi, akan tetapi beberapa di antara data tersebut tetap dapat diakses melalui GenBank.
Sumber: Berita Iptek

Readmore »»

Gen Kanguru menyerupai Gen Manusia

Kanguru Australia secara genetika serupa dengan manusia dan mungkin pertama kali berevolusi di China.
Beberapa ilmuwan Australia, mengatakan bahwa mereka untuk pertama kali telah memetakan kode genetika hewan khas Australia tersebut dan mendapati kebanyakan gen itu serupa dengan gen manusia. Demikian keterangan Centre of Excellence of Kangoroo Genomics, lembaga yang didukung oleh pemerintah.

Ada sedikit perbedaan, kami memiliki beberapa tambahan ini, kurang dari itu, tapi semuanya adalah gen yang sama dan banyak diantaranya memiliki susunan yang sama, kata Direktur lembaga tersebut Jenny Graves kepada wartawan di Melbourne.
Kami mulanya mengira semuanya akan tercampur penuh, tetapi ternyata tidak. Ada banyak potongan genom manusia yang berada tepat di dalam genom kanguru, kata Graves, sebagaimana dilaporkan AAP.
Manusia dan kanguru terakhir memiliki nenek moyang yang sama setidaknya 150 juta tahun lalu, demikian temuan para peneliti tersebut, sementara tikus dan manusia berpisah satu sama lain hanya 70 juta tahun yang lalu.
Kanguru pertama kali berevolusi di China, tapi pindah melewati dataran Amerika ke Australia dan Antartika. Kanguru adalah sumber informasi yang sangat besar mengenai seperti apa kita 150 juta tahun yang lalu, kata Graves.
Sumber: Kompas

Readmore »»

Konstruksi DNA Rekombinan tanpa Enzim Restriksi

Kekhawatiran dan ketidaknyamanan tidak adanya tempat restriksi (restriction site) menjadi bukan masalah lagi bila menggunakan sistem kloning menggunakan rekombinase (recombinase-mediated cloning system). Kloning fragmen DNA menggunakan enzim restriksi dapat diibaratkan seperti naik pesawat terbang yang harus transit beberapa kali untuk sampai ke tempat tujuan. Kita bisa sampai ke tempat tujuan, tetapi memerlukan waktu lebih lama dari waktu yang seharusnya. Selain waktu yang lebih lama, tempat restriksi tidak selalu ada pada daerah yang diinginkan dan kadang-kadang juga tidak ditemukan di dalam vektor.
Sistem kloning dengan bantuan rekombinase, memungkinkan peneliti dapat memindahkan DNA dari satu plasmid ke plasmid lain tanpa memerlukan enzim restriksi, sehingga menyederhanakan proses kloning. Selain itu juga bisa menjadi solusi atas masalah yang datang pada saat fragmen DNA (insert) yang akan kita sisipkan tidak memiliki tempat atau tempatnya tidak tepat.

Sistem seperti ini sangat berguna untuk memindahkan insert, dari suatu vektor ke vektor lain. Sebagai contoh sistem ini mempunyai tujuan untuk menandai protein di kedua ujung amino (N) dan karboksilnya (C), sehingga protein tersebut menjadi menyala atau tidak menyala, atau membuat konstruksi ekspresi pada sistem yang bervariasi. Beberapa metode telah dijelaskan secara detail, sampai saat ini sudah ada tiga jenis yang sudah dikomersialkan, yaitu Cre/Iox, Flp/Frt dan rekombinase lambda.
Sistem Gateway
Teknologi Gateway yang dikembangkan oleh invitrogen, Carlsbad-California menggunakan rekombinase lambda yang disebut sebagai Clonase yang mengkatalisa terjadinya rekombinasi secara in vitro antar sekuen yang diapit oleh fragmen 25 bp ATT. Seringkali, sekuen tersebut berada pada plasmid yang berbeda, bila memindahkan sebuah insert dari vektor donor (entry) ke vektor resipien (destination). Tetapi, invitrogen juga memiliki sistem untuk mengkloning fragmen DNA secara langsung ke dalam plasmid menggunakan Clonase, suatu sistem yang tidak memiliki enzim restriksi dan ligase. Dengan menggunakan kit konstruksi pustaka cDNA CloneMiner (harganya 1.221 dollar US dan dapat digunakan untuk 5 kali konstruksi). Pengguna dapat membuat pustaka cDNA utuh secara langsung ke dalam plasmid donor yang sesuai.
Perusahaan telah mendesain bermacam-macam vektor resipien yang bisa digunakan untuk mengganggu transkripsi RNA (dikenal dengan RNA interference), menandai target dengan gen yang menyala (fluorescent tag) dan ragi. Dengan demikian, sistem ini adalah sangat serbaguna seperti yang diungkapkan oleh Pieter de Jong (ketua peneliti di BACPAC, pusat penelitian dan rumah sakit anak, Oakland-California).
Sistem Gateway telah memberikan kemudahan kepada peneliti. Proyek ORFemoe pada Caenorhabditis elegans mendistribusikan 10.000 klon atau lebih ke dalam sistem Gateway dan tim kloning cDNA di pusat studi genom eukariotik (CESG) di universitas Winsconsin-Madison, telah menggunakan Gateway untuk membuat konstruksi ekspresi sekitar 4000-5000 buah.
Tetapi menurut salah seorang staf peneliti CESG, Russel Wrobel, tim merencanakan untuk kembali ke vektor dengan sistem enzim restriksi seperti promega karena Gateway masih terlalu mahal. Meskipun demikian, Wrobel mengatakan meskipun mahal, sistem ini sangat bermanfaat dan mudah digunakan. Menurut pengguna lainnya, Charles Buck dari Purdue University, sistem Gateway masih perlu diperbaiki karena masih banyak insert tidak tersisipkan ke dalam vektor dan terkadang sistem tidak bekerja dengan baik.
Sistem CRE/LOX
Sistem kloning CRE/LOX lebih awal dikembangkan daripada sistem fagi dan masih digunakan secara luas sampai saat ini. Sistem ini dilaporkan oleh Steve Elledge (Harvard University) dalam jurnal Current Biology pada saat beliau masih di Baylor College Medicine, 1998. Cre (diperoleh dari bakteriofage P1) mengkatalisis rekombinasi DNA antar fragmen 34 bp loxP. Vektor ini merupakan hasil penggabungan dari dua sistem yang masing-masing membawa satu loxP. Elledge menggunakan sistem ini untuk menempatkan gen penanda gluthionine-S-transferase di bagian depan gen pengkode Skp1.
Mountain Crew, Clontech-California membuat sistem yang dinamakan Creator menggunakan pendekatan yang sedikit berbeda. Donor plasmid dengan target sekuen diapit oleh fragmen loxP (disebut floxed) dan sebuah plasmid penerima yang memiliki satu loxP. Creator akan memindahkan sekuen floxed dari satu plasmid ke plasmid lain.
Sementara itu, La Jolla-Stratagene-California membuat sistem yang memungkinkan pemindahan salah satu dari tiga gen penanda pengkode hidromycin, puromycin dan neomycin ke dalam sebuah vektor menggunakan Cre. Keuntungan dari sistem ini, menurut Lisa Stilwell (manager produksi Stratagen untuk sistem ekspresi protein) adalah pengguna dapat memakai penanda gen tahan antibiotik yang berbeda tanpa harus melakukan kloning lagi dan juga tidak harus meligasi loxP dengan target insert sebelum melakukan kloning.
Sistem FLP/FRT
Sistem rekombinase lainnya adalah menggunakan enzim Flp yang diperoleh dari plasmid ragi. Enzim ini mengkatalisa rekombinasi antar fragmen frt dan invitrogen membuat sistem flp-in untuk kloning pada sel mamalia.
Sistem ini menggunakan sel lines yang mengandung satu fragmen frt yang diinsert ke daerah kromosom yang sering ditranskripsi. Semua kejadian rekombinasi dalam plasmid akan menghasilkan insert pada tempat yang sama, menghasilkan sel lines yang isogenik. Hal yang sedikit mengganggu adalah kita harus membuat juga sel yang ditransfeksi Flp-in.
Invitrogen menjual beberapa jenis flp-in sel lines seperti 293, 3T3 dan Jurkat. Sistem ini mencakup vektor pFRT/lacZeo, sebuah konstruksi rekombinase Flp dan vektor Flp-in pcDBA5/FRT.
Vektor selanjutnya
Sistem kloning dengan rekombinase mungkin akan laris di masa depan, tetapi sebagian besar produsen menutup diri dalam hal pengembangan teknologinya. Beberapa peneliti melakukan improvisasi teknik-teknik kloning tersebut dan kemudian mengharapkan adanya pembeli.
Michele Calos, Ass. Profesor bidang genetika dari Stanford University School of Medicine, sedang mempersiapkan komersialisasi produknya yang dinamakan PhiC31 yang bisa berguna untuk terapi gen. Dengan menginjeksikan cDNA integrase, plasmid yang memiliki fragmen attB dan gen pengkode human blood clothing factor IX (orang hemofilia kekurangan protein ini), menghasilkan ekspresi yang sama dengan orang normal. Hal ini dilaporkan dalam jurnal Nature Biotechnology. Calos mengatakan bahwa sistem ini dapat menurunkan secara signifikan resiko mutagenesis yang kadang terjadi bila menggunakan vektor yang sifatnya terintegrasi secara bebas.

Readmore »»

Membuat Bioetanol dari Singkong

Negara-negara maju telah mengembangkan energi alternatif yang dapat menggantikan peranan minyak bumi dan sumber bahan alam yang berfungsi sebagai bahan bakar. Cadangan minyak bumi yang semakin menipis karena peningkatan kebutuhan serta penduduk dunia yang mengalami ledakan adalah faktor pendorong giatnya ilmuwan dalam mencari sumber energi baru yang dapat diperbaharui, murah dan aman bagi lingkungan (terutama yang berasal dari nabati).
Beberapa bahan bakar alternatif yang populer adalah biodiesel, biogas, biofuel, hidrogen dan energi nuklir. Biofuel adalah salah satu turunan dari biomassa dan merupakan bahan bakar yang berasal dari tumbuhan atau hewan, biasanya dari pertanian, sisa padatan serta hasil hutan.

Coba kita lihat biofuel, khususnya etanol. Melalui proses sakarifikasi (pemecahan gula komplek menjadi gula sederhana), fermentasi dan distilasi, tanaman-tanaman seperti jagung, tebu dan singkong dapat dikonversi menjadi bahan bakar.
Kebetulan beberapa waktu yang lalu, Tatang H Soerawidjaja telah menemukan proses pembuatan etanol dari singkong dan memiliki kapasitas 10 liter per hari. Caranya adalah sebagai berikut:
1. Kupas 125 kg singkong segar, semua jenis dapat dimanfaatkan. Bersihkan dan cacah berukuran kecil.
2. Keringkan singkong yang telah dicacah hingga kadar air maksimal 16%. Tujuannya adalah agar lebih awet sehingga produsen dapat menyimpan sebagai cadangan bahan baku.
3. Masukkan 25 kg gaplek ke dalam tangki stainless steel berkapasitas 120 liter, lalu tambahkan air hingga mencapai volume 100 liter. Panaskan gaplek hingga 100°C selama 0,5 jam. Aduk rebusan gaplek hingga menjadi bubur dan mengental.
4. Dinginkan bubur gaplek, lalu masukkan ke dalam tangki sakarifikasi (proses penguraian pati menjadi glukosa). Setelah dingin, masukkan cendawan Aspergillus yang akan memecah pati menjadi glukosa. Untuk menguraikan 100 liter bubur pati singkong, perlu 10 liter larutan cendawan Aspergillus atau 10% dari total bubur. Konsentrasi cendawan mencapai 100 juta sel/ml. sebelum digunakan, Aspergillus dikulturkan pada bubur gaplek yang telah dimasak sebelumnya agar adaptif dengan sifat kimia dari bubur gaplek. Cendawan akan berkembang biak dan bekerja mengurai pati.
5. Dua jam kemudian, bubur gaplek berubah menjadi dua lapisan, air dan endapan gula. Aduk kembali pati yang sudah menjadi gula dan masukkan ke dalam tangki fermentasi. Namun, sebelum dilakukan fermentasi, pastikan kadar gula larutan pati maksimal 17-18%. Itu adalah kadar gula maksimum yang disukai bakteri Saccharomyces untuk dapat hidup dan bekerja mengurai gula menjadi alkohol. Jika kadar gula lebih tinggi, tambahkan air hingga mencapai kadar gula yang diinginkan. Bila sebaliknya, tambahkan larutan gula pasir agar mencapai kadar gula maksimum.
6. Tutup rapat tangki fermentasi untuk mencegah kontaminasi dan Saccharomyces bekerja mengurai glukosa lebih optimal. Fermentasi berlangsung anaerob (tidak membutuhkan oksigen). Agar fermentasi optimal, jaga suhu pada 28-32°C dan pH 4,5-5,5.
7. Setelah 2-3 hari, larutan pati berubah menjadi 3 lapisan. Lapisan terbawah berupa endapan protein dan di atasnya adalah air dan etanol. Hasil fermentasi itu disebut bir yang mengandung 6-12% etanol.
8. Sedot larutan etanol dengan selang plastik melalui kertas saring berukuran 1 mikro untuk menyaring endapan protein.
9. Meski telah disaring, etanol masih bercampur air. Untuk memisahkannya, dilakukan destilasi atau penyulingan. Panaskan campuran air dan etanol pada suhu 78°C atau setara titik didih etanol. Pada suhu itu etanol lebih dulu menguap daripada air yang bertitik didih 100°C. uap etanol dialirkan melalui pipa yang terendam air sehingga terkondensasi dan kembali menjadi etanol cair.
10. Hasil penyulingan berupa 95% etanol dan tidak dapat larut dalam bensin. Agar larut, diperlukan etanol berkadar 99% atau disebut etanol kering. Oleh sebab itu, perlu destilasi absorbent. Etanol 95% dipanaskan hingga 100°C. Pada suhu tersebut, etanol dan air menguap. Uap keduanya kemudian dilewatkan ke dalam pipa yang dindingnya berlapis zeolit atau pati. Zeolit akan menyerap kadar air tersisa hingga diperoleh etanol 99% yang siap dicampur dengan bensin. Sepuluh liter etanol 99% membutuhkan 120-130 liter bir yang dihasilkan dari 25 kg gaplek.
Sumber: Trubus (12 Januari 2007)



Readmore »»

Protein Tanpa Bentuk yang Menjaga Fungsi Otak

Otak kita mengontrol seluruh aktivitas tubuh termasuk emosi, kecerdasan dan menyimpan memori. Untuk itu, penyakit yang menyerang sel otak atau neuron (neurodegenerative disease) seperti Alzheimer, Parkinson, Huntington dan Creutzfedlt-Jakob (CJD) berakibat fatal karena melumpuhkan fungsi kemanusiaan kita yang paling esensial itu.
Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa penyakit-penyakit tersebut disebabkan oleh protein-protein tak terbentuk yang secara alamiah ada dalam sel namun berubah menjadi patogen dengan menunjukkan bentuk atau strukturnya.

Pemahaman kita terhadap protein selama ini menyatakan bahwa protein selalu harus memiliki bentuk alias struktur agar dapat berfungsi. Protein adalah rantai asam amino dengan panjang minimal 50-an asam amino yang melalui proses pelipatan (folding) menemukan strukturnya yang unik. Keunikan yang dimaksud dari 350 kemungkinan struktur yang ada (3 arah sumbu x, y, z dari 50 asam amino penyusun protein dengan ukuran terkecil), hanya satu yang dipilih.
Proses pelipatan ini demikian kompleks dan menyimpan banyak misteri sehingga kemampuan untuk kita melakukan rekayasa terhadap protein masih terbatas. Tidak heran, salah satu super komputer tercepat di dunia bernama Blue Gene yang dibuat oleh IBM, khusus diperuntukkan dalam melakukan simulasi bagaimana protein melipat.
Untuk mengurai kompleksitas struktur protein, ilmuwan membagi struktur protein berdasarkan beberapa parameter. Menurut parameter hierarki dalam proses pelipatan, struktur protein dibagi menjadi struktur primer yaitu sekuen asam aminonya, struktur sekunder yaitu struktur lokal seperti alfa helix, beta sheet, turn, dan random, struktur tersier yaitu struktur keseluruhan satu rantai protein dan terakhir struktur kuartener yaitu struktur keseluruhan protein yang memiliki lebih dari satu rantai.
Pentingnya struktur dalam memahami fungsi protein yang sangat beragam mulai dari enzim, hormon, antibodi, reseptor dan sebagainya tampak dari berbagai usaha peneliti mengembangkan teknik untuk menganalisa dan melihat bentuk protein tersebut. Mulai dari teknik kristalografi sinar-X yang dikembangkan oleh Max Perutz dan Jon Kendrew (menerima nobel Kimia tahun 1962), teknik mikroskop elektron oleh Aaron Klug (Nobel Kimia 1982), teknik spektroskopi NMR (Nuclear Magnetic Resonance) oleh Kurt Wuthrich, dan teknik spektrometri massa oleh Koichi Tanaka serta John Fenn (bertiga bersama-sama menerima Nobel Kimia 2002).
Usaha menentukan struktur protein secara eksprimen dirasa semakin penting sehingga pusat data koordinat struktur protein yaitu Protein Data Bank menerima penambahan data yang terus bertambah secara eksponensial dan didirikannya konsorsium internasional penentuan struktur protein. Tidak mau kalah, para ilmuwan non-eksperimen basah yang mengandalkan kekuatan komputer melakukan prediksi dan simulasi struktur protein yang dikompetisikan setiap tahun. Berbagai pusat data juga dibuat untuk mengklasifikasikan protein berdasar strukturnya seperti SCOP.
Di tengah ramainya perhatian terhadap pentingnya bentuk atau struktur dalam memahami fungsi protein itu, satu kejutan lahir dengan ditemukannya protein yang secara alamiah tidak memiliki struktur yang tetap alias tak berbentuk. Stanley Prusiner, penerima Nobel Kedokteran tahun 1997, menemukan bahwa protein bernama prion dalam kondisi normal tidak memiliki struktur yang jelas namun kemudian berubah menjadi abnormal yang menyebabkan penyakit (bersifat patogen) dengan membentuk struktur tertentu.
Prion ini menyebabkan penyakit CJD pada manusia dan sapi gila/BSE pada sapi atau domba. Dimulai dari kondisi normal tak berbentuk, sebagian dari rantai asam amino protein itu melipat biasanya jadi struktur sekunder beta-sheet, lalu mulai terjadi pengendapan/agregasi dalam bentuk serat. Pengendapan yang intensif dalam sel otak inilah yang akhirnya menyebabkan sel itu mati.
Mekanisme serupa telah ditemukan sebelumnya pada protein beta-amyloid yang menyebabkan penyakit Alzheimer. Dengan demikian, protein yang telah menjadi serat dan mengendap itu dinamakan amuloyd-like fibril (serat mirip amyloid). Setelah itu, penyakit kerusakan otak yang penting lainnya diketahui disebabkan oleh mekanisme yang diderita oleh petinju legendaries Muhammad Ali dan aktor film Back to the future, Michael J Fox serta protein Huntington pada penyakit Huntington. Kehadiran protein-protein itu masih belum diketahui dengan jelas seperti hasil eksperimen dengan tikus percobaan yang telah dihilangkan gen penyandi protein prionnya tanpa memberikan efek fisiologis.
Pengobatan
Sampai saat ini belum ada pengobatan yang mujarab untuk penyakit-penyakit ini sehingga penderitanya seperti harus pasrah menunggu maut sambil terus digerogoti kemampuan otaknya. Walau demikian, para peneliti mulai mengembangkan obat hasil bioteknologi, pertama menggunakan antibodi. Pada tahun 2003, Cashman dari Kanada dan Hawke dari Inggris secara terpisah telah berhasil memperoleh antibodi yang spesifik berikatan dengan protein prion abnormal. Menggunakan antibodi ini, interaksi antara protein normal dengan protein abnormal bisa dicegah sehingga perkembangan penyakit bisa dihambat sampai disembuhkan. Keberhasilan ini member inspirasi untuk mengobati penyakit kerusakan otak lainnya dengan cara yang sama.
Bard dan Liu, masing-masing mempublikasikan hasil penelitiannya di jurnal Proc. Natl. Acad. Sci. USA (2003) dan Biochemistry (2004) mengenai pengembangan antibodi yang mengenali protein beta-amyloid penyebab Alzheimer yang dapat mencegah pengendapan protein abnormal. Hasil penelitian ini telah dicoba pada eksperimen invitro (di luar sel terhadap protein saja) dan invivo (di dalam sel seperti kondisi sesungguhnya). Untuk penyakit Huntington, Heiser dan Leceft telah mempublikasikan hasil penelitian mereka mengenai pengembangan antibodi yang dapat menghambat agregasi protein Huntington. Heiser mendapatkan antibodi yang diberi nama 1C2 yang berikatan dengan sekuen polyQ dari protein Huntington. Sementara Heiser memperoleh antibodi C4 yang mengenali sekuen nomor 1-17 protein Huntington. Terakhir, protein alfa synuclein penyebab penyakit Parkinson telah coba dihalangi pengendapannya dengan antibodi oleh Emadi pada tahun 2004. Antibodi yang dikembangkan mengenali dua lokasi sekaligus dalam protein alfa synuclein, yaitu sekuen nomor 27-37 dan nomor 101-111.
Pembuatan antibodi tidak mudah dan memerlukan biaya tinggi sehingga produknya menjadi mahal. Hal ini mendorong dikembangkannya bentuk pengobatan kedua dengan bioteknologi. Prof. Koji Sode dari Tokyo University of Agriculture and Technology, menggunakan teknik rekayasa protein telah berhasil membuat protein alfa synuclein versi mutan yang memiliki sifat pengendapan dan pembentukan serat, jauh lebih kecil daripada aslinya. Ketika protein mutan ini dicampur dengan protein asli, pembentukan serat menurun dramatis sampai 10% dari kontrol tanpa pencampuran protein mutan yang mencapai 100%. Diperkirakan, interaksi antara protein mutan dan protein normal itu mencegah terjadinya pengendapan yang berlanjut pada pembentukan serat, sebagaimana mekanisme pencegahan oleh antibodi.

Sumber: Kompas



Readmore »»