Spiga

Elektroforesis

Hasil dari berbagai manipulasi DNA dan analisis DNA dapat dimonitor melalui proses elektroforesis yang merupakan suatu teknik pemisahan senyawa yang bermuatan dengan meletakkannya pada suatu medan listrik. Separasi material elektroforesis didasarkan pada perbedaan dalam muatan molekul, ukuran molekul, atau kombinasi antara keduanya. Karena elektroforesis merupakan pergerakan dari molekul bermuatan listrik pada medan arus listrik maka molekul bermuatan negatif akan bergerak ke elektroda bermuatan positif (kutub positif) dan molekul bermuatan positif akan bermigrasi ke arah kutub negatif.

Elektroforesis merupakan teknik yang umum digunakan untuk analisis DNA dan protein. Melalui teknik ini dapat ditentukan:
1. Berat molekul suatu bahan
2. Banyaknya jenis protein pada suatu sampel
3. Adanya pemalsuan bahan atau kerusakan/kontaminasi bahan
4. Adanya antibodi terhadap virus atau bakteri pathogen tertentu
5. Titik isoelektrik protein
Berbagai macam teknik elektroforesis telah berkembang yaitu elektroforesis horizontal maupun vertikal. Berdasarkan jenisnya, ada dua macam elektroforesis yaitu:
1. Elektroforesis bebas (free electrophoresis): molekul atau partikel yang akan dipisahkan tersebar di seluruh larutan. Pemberian arus listrik pada larutan yang mengandung partikel tersebut akan menyebabkan terbentuknya batas di antara dua larutan.
2. Elektroforesis zona: merupakan jenis elektroforesis yang paling banyak digunakan, mempergunakan media penunjang, seperti kertas, selulosa asetat, agarosa atau poliakrilamid.
Untuk analisis DNA gel yang digunakan adalah agarosa, suatu polisakarida. Elektroforesis yang dilakukan adalah sistem horizontal. DNA yang bermuatan negatif akan bergerak ke arah kutub positif melalui molekul-molekul agarosa. Selain agarosa, gel poliakrilamid juga dapat digunakan untuk memisahkan DNA, terutama untuk fragmen yang berukuran kecil (antara 5 bp-<1 kb), misalnya untuk sekuensing. Laju migrasi DNA pada agarosa dipengaruhi oleh beberapa faktor:
1. Arus listrik
Semakin besar arus listrik yang digunakan, laju migrasi akan semakin cepat. Akan tetapi jika arus yang digunakan besar, akan menimbulkan panas yang dapat menyebabkan gel meleleh.
2. Konsentrasi gel
Konsentrasi agarosa yang digunakan akan menentukan besarnya pori-pori gel yang akan memisahkan DNA. Untuk mendapatkan resolusi yang tinggi digunakan konsentrasi agarosa yang lebih tinggi. Agarosa umumnya dipakai dalam konsentrasi antara 1%-3%. Berikut adalah konsentrasi agarosa yang harus digunakan untuk memisahkan DNA berukuran tertentu:


Tabel 1. Konsentrasi agarosa dalam pemisahan DNA berdasarkan ukuran (kb)
3. Ukuran molekul
Molekul yang berukuran lebih kecil akan lebih mudah melalui pori-pori gel sehingga laju migrasinya lebih cepat. Tetapi ini hanya berlaku untuk fragmen yang berukuran antara 0,5-15 kbp dan bila konformasinya sama. Kecepatan migrasi akan berbanding terbalik dengan log 10 dari jumlah pasangan basa.
4. Bentuk molekul
DNA dapat memiliki beberapa kemungkinan bentuk, yaitu supercoil (SC), sirkular (S), linear (L). Laju migrasi masing-masing dari yang paling cepat adalah SC > L > S. Untuk SC dan S, laju migrasinya lebih ditentukan oleh bentuk molekul daripada ukurannya.
5. ssDNA (single stranded DNA) lebih cepat migrasinya dibandingkan dengan dsDNA (double stranded DNA) yang berukuran sama.
6. Arah medan listrik
Molekul DNA akan bermigrasi dengan kecepatan yang berbanding terbalik dengan ukuran molekulnya jika medan listrik tetap/konstan. Jika arah medan listrik diubah, molekul yang besar akan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk reorientasi. Elektroforesis dengan mengubah arah medan listrik secara periodik dikenal dengan Pulsed Field Gel Electrophoresis (PFGE).
7. Adanya Ethidium Bromida di dalam gel
Hal ini mengakibatkan pengurangan tingkat kecepatan migrasi molekul DNA linear sebesar 15%. Larutan ini sangat berbahaya dan bersifat karsinogenik. Semua larutan yang mengandung ethidium bromida harus didekontaminasi sebelum dibuang.
8. Komposisi Larutan Bufer
Apabila tidak ada kekuatan ion di dalam larutan, maka aliran listrik akan sangat minimal dan migrasi DNA sangat lambat, sedangkan larutan bufer berkekuatan ion tinggi akan meningkatkan panas sehingga aliran listrik akan menjadi sangat maksimal. Ada kemungkinan gel akan meleleh dan DNA dapat mengalami denaturasi.
Peralatan untuk elektroforesis secara umum terdiri dari 2 komponen utama, yaitu power supply sebagai sumber arus listrik dan tangki elektroforesis. Untuk menghantarkan listrik, gel diletakkan dalam suatu bufer (TAE/TBE). Bufer yang sama digunakan untuk membuat gel. Untuk pewarnaan digunakan Ethidium Bromida, suatu zat pewarna yang dapat menyisip/interkalasi di antara basa DNA pada dua utas DNA yang berlainan. Ethidium Bromida (EtBr) akan berpendar di bawah paparan sinar UV. Pewarna ini dapat ditambahkan pada gel dan bufer sehingga tidak perlu melakukan staining sesudah proses elektroforesis. Keuntungannya adalah lebih praktis, tetapi kemungkinan kontaminasi EtBr lebih besar. EtBr adalah zat yang bersifat karsinogenik sehingga harus dihindari kontak langsung.


Gambar 1. Peralatan Elektroforesis
Untuk memasukkan sampel pada sumur-sumur yang ada di gel, sampel harus dicampur dengan loading bufer yang biasanya mengandung pemberat dan satu/lebih zat warna. Gliserol/sukrosa berfungsi sebagai pemberat sehingga sampel dapat tenggelam ke dasar gel dan tidak melayang keluar. Zat warna yang digunakan biasanya adalah bromophenol blue dan/atau xylene cyanol. Fungsinya adalah untuk menandai kemajuan proses elektroforesis dan menentukan kapan saatnya harus menghentikan proses.
Setelah elektroforesis selesai, gel direndam dalam larutan EtBr (jika tidak ditambahkan pada gel/buffer). Selanjutnya gel dibilas dan dilihat di bawah paparan sinar UV. Ethidium Bromida yang menginterkalasi diantara 2 utas DNA akan berpendar, sehingga dapat dilihat fragmen-fragmen DNA yang terpisah. Bila dibutuhkan gel dapat difoto dengan kamera Polaroid.
Untuk penanda ukuran molekul, digunakan potongan-potongan DNA yang telah diketahui ukurannya. Untuk menentukan ukuran fragmen DNA pada sampel dibandingkan mobilitasnya relatif terhadap fragmen penanda. Penanda yang paling banyak digunakan adalah DNA bacteriofag lambda yang dipotong dengan enzim restriksi HindIII. Selanjutnya dibuat kurva standar antara log ukuran fragmen dengan mobilitasnya. Kurva ini dapat digunakan untuk menentukan ukuran fragmen DNA pada sampel.
Selama ini, dikenal dua jenis gel yang sering digunakan untuk proses elektroforesis, yaitu gel agarosa dan gel poliakrilamid.
1. Gel agarosa
Secara fisik, agarosa tampak seperti bubuk putih yang sangat halus. Agarosa yang dijual secara komersial terkontaminasi dengan polisakarida, garam dan protein. Banyak sedikitnya kontaminasi di dalam gel dan kemampuan mengambil DNA dari dalam gel untuk digunakan sebagai substrat dalam reaksi enzimatis. Gel agarosa dapat dicetak dengan memanaskan agarosa dalam larutan bufer sampai didapatkan larutan jernih. Larutan yang masih cair (dengan temperatur sekitar 60°C) dituangkan ke dalam pencetak gel. Segera setelah itu, sisir ditempatkan di dekat tepian gel dan gel dibiarkan mengeras. Kepadatan gel bergantung pada presentase agarosa di dalam larutan tadi. Apabila gel telah mengeras, sisir dicabut sehingga akan terbentuk sumur-sumur yang digunakan untuk menempatkan larutan DNA. Jika gel ditempatkan ke dalam tangki elektroforesis yang mengandung larutan bufer dan tangki tersebut dialiri listrik, molekul DNA yang bermuatan negatif pada pH netral akan bergerak (migrasi) ke arah positif (anoda).
2. Gel Poliakrilamid
Terbentuknya gel ini tidak dilakukan dengan pemanasan, tetapi dengan mencampurkan larutan akrilamid dengan ammonium persulfat dan TEMED (N,N,N’,N’-tetramethyl ethylenediamine). Pencampuran ini akan mengakibatkan monomer akrilamid mengalami polimerisasi menjadi rantai panjang. Dengan penambahan senyawa lain N,N’-methylene bisacrylamide di dalam proses polimerisasi, terbentuk cross linked antar rantai panjang sehingga terbentuk gel yang tingkat porositasnya ditentukan oleh panjang rantai dan derajat penyilangan antar rantai (cross link).
Panjang rantai polimer akrilamid ditentukan oleh konsentrasi akrilamid di dalam reaksi polimerisasi (antara 3,5% dan 20%). Senyawa bisacrylamide yang berfungsi sebagai cross linker ditambahkan dengan perbandingan 1:29 terhadap akrilamid. Efektifitas pemisahan DNA di dalam gel poliakrilamid tergantung dari konsentrasi akrilamid.
Gel poliakrilamid dapat disiapkan untuk elektroforesis sepanjang 10 cm sampai 100 cm, yang bergantung dari pemisahan DNA yang diinginkan dan elektroforesis dilakukan pada posisi vertikal (tidak horizontal seperti pada gel agarosa). Dibanding gel agarosa, gel poliakrilamid memiliki beberapa keuntungan, yaitu:
1. Resolusi dalam memisahkan DNA lebih tinggi sehingga panjang molekul DNA yang berbeda hanya satu nukleotida dapat dideteksi.
2. Gel poliakrilamid dapat menampung jumlah DNA yang labih besar daripada gel agarosa.
3. DNA yang diekstrak dari gel poliakrilamid bersifat sangat murni dan dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut.
Ada dua jenis poliakrilamid yang biasa digunakan, yaitu:
1. Gel poliakrilamid non-denaturasi untuk separasi dan purifikasi molekul DNA untai ganda (double stranded DNA). Gel ini digunakan untuk elektroforesis dalam larutan TBE (penyangga) dengan voltase rendah (1-8 V/cm) untuk mencegah terjadinya denaturasi (pembelahan) molekul DNA akibat panas yang ditimbulkan aliran listrik. Kecepatan migrasi molekul DNA untai ganda di dalam gel ini kira-kira berbanding terbalik dengan log10 ukuran molekul DNA. Kecepatan migrasi ini juga dipengaruhi oleh komposisi basa dan sekuen DNA. Jadi, dua molekul DNA yang berukuran persis sama mengalami migrasi dengan kecepatan yang berbeda sekitar 10%. Karena karakter yang demikian, gel ini tidak dapat digunakan untuk menentukan ukuran panjang molekul DNA untai ganda.
2. Gel poliakrilamid denaturasi untuk separasi dan purifikasi molekul DNA untai tunggal (single stranded DNA). Gel ini dibuat dengan mencampurkan senyawa kimia (urea atau dapat juga formamide) yang mencegah terjadinya penempelan antar nukleotida yang saling berkomplemen (base pairing). Alkali tidak dapat digunakan karena dapat mendeaminasi akrilamid sedangkan methylmercuric hydroxide juga tidak dapat digunakan karena dapat menghambat proses polimerisasi akrilamid. Migrasi molekul DNA untai tunggal di dalam gel ini sama sekali tidak terpengaruh oleh komposisi basa dan sekuen DNA. Sampai saat ini, gel jenis ini sering digunakan untuk isolasi DNA berlabel, analisis DNA hasil digesti enzim nuklease atau yang paling sering untuk mensekuen DNA (DNA Sequensing).



Readmore »»

Faktor yang menentukan keberhasilan PCR

Keberhasilan PCR ditentukan oleh beberapa hal yang akan dijelaskan lebih detail dalam tulisan kali ini. Keunggulan metode PCR adalah kemampuannya dalam melipatgandakan suatu fragmen DNA sehingga dapat mencapai 109 kali lipat. Dengan demikian, kontaminasi fragmen DNA dalam jumlah sangat sedikit sekalipun dapat menyebabkan terjadinya kesalahan yaitu dengan didapatkannya produk amplifikasi yang tidak diinginkan atau bahkan tidak spesifik.

1. Konsentrasi dan kualitas DNA
Konsentrasi DNA sebesar 0,01-0,1 µg setiap µl larutan template sudah cukup baik untuk PCR namun yang paling penting adalah DNA harus bebas dari pengotor seperti protein atau bahan-bahan yang tersisa saat purifikasi seperti fenol atau alkohol. Purifikasi dapat dilakukan dengan menggunakan GFX DNA Column. DNA yang digunakan sebagai cetakan dapat berupa rantai tunggal maupun rantai ganda. Efisiensi amplifikasi biasanya dapat lebih tinggi jika menggunakan molekul DNA yang sudah dilinearkan dengan suatu enzim restriksi tertentu daripada menggunakan DNA yang berbentuk sirkular (Sambrook et al., 1989).
2. Temperatur Annealing dari kedua primer
Ukuran dan komposisi primer sangat mempengaruhi temperatur penempelan primer terhadap untaian DNA target. Umumnya primer sebesar 17-30 basa nukleotida dengan komposisi GC lebih dari 50%.
3. Konsentrasi MgCl2
Konsentrasi MgCl2 sangat mempengaruhi spesifikasi produk PCR, aktivitas serta kekhususan kerja enzim, penguatan primer mencapai suhu optimumnya (primer annealing) dan penguatan fungsi primer dalam sintesis pemanjangan rantai nukleotida. Konsentrasi optimumnya 1,5-4,0 mM. Namun, apabila preparasi DNA banyak menggunakan EDTA untuk pengawetnya maka MgCl2 akan lebih tinggi dari keadaan normal.
4. Enzim Polimerase
Konsentrasi enzim yang digunakan sangat tergantung dari jenis enzim. Pada umumnya konsentrasi optimum berkisar antara 1,0-2,5 unit enzim setiap volume reaksi 50 µl. Sebaiknya pemakaian enzim tidak melebihi 2,5 unit karena malah justru akan menurunkan spesifitasnya.
5. Konsentrasi dan kualitas primer
Kualitas primer sangat tergantung pada kualitas oligoprimer dan OD (optical density). Namun demikian, konsentrasi primer sekitar 20 pmol sudah cukup memadai untuk amplifikasi PCR. Konsentrasi primer yang lebih tinggi dari 1,0 µM dapat menyebabkan terakumulasinya hasil polimerisasi yang nonspesifik. Primer-primer yang akan digunakan (baik forward primer maupun reverse primer sebaiknya mempunyai nilai Tm (melting temperature) yang serupa. Tm adalah suhu pada saat setengah dari molekul DNA mengalami denaturasi. Nilai Tm oligonukleotida dapat dihitung dengan menggunakan formula Tm = 2 (A+T) + 4 (G+C).
6. Jumlah Siklus PCR
Jumlah siklus terkait dengan konsentrasi awal DNA target dan konsentrasi akhir yang diharapkan. Siklus yang terlalu banyak justru akan meningkatkan konsentrasi produk yang tidak spesifik, sedangkan siklus yang terlalu sedikit akan mengurangi kuantitas produk yang diharapkan.
7. Deoksinukleotida triphosphate (dNTP)
Konsentrasi dNTP mix yang menghasilkan keseimbangan optimal terdiri atas dATP, dCTP, dGTP, dTTP sebesar 10-20 µM. Umumnya produk ini sudah didapatkan dalam bentuk mix dan ready stock. Namun, jika masih dijumpai dalam bentuk terpisah, sebaiknya keempat komponen tersebut memiliki konsentrasi yang sama ketika akan digunakan untuk memperkecil kemungkinan kesalahan penggabungan nukleotida selama proses polimerisasi. Menurut Gelfand dan White (1990), konsentrasi dNTP sebesar 20 µM dalam 100 µl secara teoritis cukup untuk mensintesis 2,6 µg atau 10 pmol DNA yang mempunyai panjang 400 bp.
8. Materi Pendukung berupa larutan penyangga (buffer PCR) yang direkomendasikan mengandung
a) Tris-HCl 10-50 mM dengan pH 8,3-8,8 dan suhu 20°C
b) KCl 10-20 mM yang dapat membantu proses annealing (catatan: menggunakan konsentrasi lebih dari 50 mM dapat menghambat aktivitas Taq DNA Polymerase)
c) (NH4)2SO4 10 mM
d) Gelatin atau albumin serum sebesar 100 µg/ml
e) Ion detergen seperti Tween 20 atau Laureth 12 sebesar 0,05-0,1% untuk mempertahankan kestabilan enzim Taq DNA Polymerase.
Selain faktor di atas yang berhubungan dengan komponen PCR, ada beberapa kiat yang bisa diterapkan saat akan mengerjakan proses PCR sehingga dapat menunjang keberhasilannya. Antara lain:
1. Kecermatan dalam Teknik Laboratorium
a) Usahakan selalu memakai sarung tangan dan gantilah sarung tangan tersebut kalau sudah terkotori oleh komponen atau reagen yang digunakan dalam PCR maupun kotoran lain. Hal ini dimaksudkan untuk memperkecil kemungkinan kontaminasi silang antar sampel PCR.
b) Usahakan untuk membuka maupun menutup tabung dengan hati-hati sehingga tidak ada cipratan komponen reaksi, baik pada tangan maupun pada peralatan yang lain. Ada baiknya untuk selalu melakukan sentrifugasi secara cepat (spin down) setiap kali melakukan campuran, sehingga seluruh komponen yang tercampur berada di bagian bawah tabung.
2. Pemisahan Pekerjaan PCR dari Reaksi yang lain
Sebaiknya tempat untuk melakukan PCR dipisahkan dari tempat untuk melakukan manipulasi genetik yang lain seperti ligasi dan analisis restriksi karena hal tersebut merupakan sumber kontaminasi yang paling potensial (melibatkan fragmen-fragmen DNA). Jika fragmen tersebut mengkontaminasi tabung PCR, hal ini dapat memberikan hasil positif yang palsu (false positives). Ketaatan dalam mengikuti prosedur dapat mengurangi resiko kontaminasi. Cara yang cepat dan sederhana dalam menyiapkan sampel dapat pula mengurangi false prositives (Kwok dan Hiraguchi, 1989).
3. Mikropipet dan Tip
Kedua hal tersebut merupakan sumber kontaminasi yang rawan. Oleh karena itu sebaiknya digunakan positive displacement pippetes yaitu suatu pipet yang menggunakan tip khusus dan mempunyai plunger di dalamnya yang digunakan sebagai penekan cairan yang akan dimasukkan ke tabung dan sekaligus memisahkan cairan reagen dari pipet mikro penyedotnya sehingga tidak ada kemungkinan cairan reagen tersebut masuk ke dalam pipet mikro penyedotnya.
Hal yang terpenting adalah “jangan sekali-kali menggunakan lagi tip yang sudah pernah digunakan sebelumnya, baik untuk PCR maupun untuk manipulasi genetik yang lain, meskipun tip tersebut sudah dicuci.
4. Sumber Kontaminasi yang lain
a) DNA plasmid atau phage yang mengandung sekuen target yang akan diamplifikasi.
b) Fragmen DNA restriksi yang telah dipurifikasi dan akan digunakan sebagai sekuen target.
c) Mesin sentrifugasi
d) Campuran es kering-etanol yang digunakan untuk mengendapkan DNA
5. Penggunaan Kontrol
Untuk mengetahui ada tidaknya kontaminan di dalam komponen PCR, ada baiknya kita menggunakan kontrol dengan mencampurkan komponen PCR namun tanpa diberi DNA cetakan. Selain itu, juga dapat digunakan control yang lain yaitu suatu DNA plasmid yang secara teoritis bukan merupakan DNA cetakan.
Teknik PCR dapat digunakan untuk diagnosis, identifikasi, analisis kekerabatan, kloning, dll. Teknik ini dapat dikombinasikan dengan teknik lain untuk analisis kekerabatan misalnya dengan RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism) dan Sekuensing.

DAFTAR PUSTAKA
Gelfand, D. H and White, T. J. 1990. Thermostable DNA Polymerase for PCR Protocols: A Guide to Methods and Aplications. San Diego: Academic Press Inc.
Sambrook, J; Fritsch and Maniatis, T. 1989. Molecular Cloning: A Laboratory Manual. Second Edition. Cold Spring Harbour: Laboratory Press.
Yuwono, T. 2006. Teori dan Aplikasi Polymerase Chain Reaction. Jogjakarta: Penerbit ANDI. Hal: 17-23.



Readmore »»

Polymerase Chain Reaction

PCR merupakan suatu reaksi in vitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu dengan cara mensintesis molekul DNA baru yang berkomplemen dengan molekul DNA target tersebut dengan bantuan enzim dan oligonukleotida sebagai primer dalam suatu thermocycler. Panjang target DNA berkisar antara puluhan sampai ribuan nukleotida yang posisinya diapit sepasang primer.
Metode ini pertama kali dikembangkan oleh Kary B. Mullis pada tahun 1985 yang merupakan seorang peneliti di perusahaan CETUS Corporation. Metode ini sekarang telah banyak digunakan untuk berbagai macam manipulasi dan analisis genetik. Pada awal perkembangannya metode ini hanya digunakan untuk melipatgandakan molekul DNA, tetapi kemudian dikembangkan lebih lanjut sehingga dapat digunakan pula untuk melipatgandakan dan melakukan kuantitasi molekul mRNA.

Konsep asli teknologi PCR mensyaratkan bahwa bagian tertentu sekuen DNA yang akan dilipatgandakan harus diketahui terlebih dahulu sebelum proses pelipatgandaan tersebut dilakukan karena terkait untuk menyediakan primer, yaitu suatu sekuen oligonukleotida pendek yang berfungsi mengawali sintesis rantai DNA dalam reaksi berantai polimerase.
Komponen dan tahapan PCR
Penggunaan urutan basa nukleotida berlangsung melalui reaksi polimerisasi yang dilakukan berulang-ulang secara berantai selama beberapa putaran (siklus). Tiap reaksi polimerisasi membutuhkan komponen-komponen sintesis DNA seperti untai DNA yang akan digunakan sebagai cetakan (template), molekul oligonukleotida untai tunggal ujung 3’-OH bebas yang berfungsi sebagai precursor (primer), sumber basa nukleotida berupa empat macam dNTP (dATP, dGTP, dCTP, dTTP), enzim polimerase, serta larutan penyangga berupa buffer.
1. DNA template adalah DNA untai ganda yang membawa urutan basa fragmen atau gen yang akan digandakan. Urutan basa ini disebut juga urutan target (target sequence). Penggandaan urutan target pada dasarnya merupakan akumulasi hasil polimerisasi molekul primer. Jumlah yang digunakan dalam proses PCR tidak terlalu berpengaruh terhadap kualitas hasil PCR, tetapi jumlah dalam ukuran pikogram sudah cukup. Apabila target yang digunakan berupa total DNA genome, ada baiknya kalau DNA tersebut dipotong terlebih dahulu dengan enzim tertentu sehingga potongan DNA yang dihasilkan masih berukuran cukup besar, misalnya enzim SalI atau NotI yang mempunyai sedikit situs pemotongan di dalam total DNA genome.
2. Primer adalah molekul oligonukleotida untai tunggal yang terdiri atas sekitar 30 basa. Polimerisasi primer dapat berlangsung karena adanya penambahan basa demi basa dari dNTP yang dikatalisasi oleh enzim DNA polimerase. Namun, pada PCR enzim DNA polimerase yang digunakan harus termostabil karena salah satu tahap reaksinya adalah denaturasi untai ganda DNA yang membutuhkan suhu sangat tinggi (± 95°C). Salah satu enzim DNA polimerase yang umum digunakan adalah Taq DNA polimerase, yang berasal dari bakteri termofilik Thermus aquaticus. Ada beberapa catatan terkait dengan jumlah basa yang digunakan dalam urutan primer apabila PCR digunakan dalam analisis RAPD (Randomly Amplified Polymorphic DNA), ukuran primer tidak boleh lebih panjang dari 10 basa nukleotida. Dalam hal ini, kita memang tidak membutuhkan penempelan primer ke DNA target secara spesifik tetapi secara acak (random). Biasanya, konsentrasi primer yang dibutuhkan dalam proses PCR sekitar 1µM yang sudah cukup digunakan untuk sedikitnya 30 siklus. Primer yang diberikan dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan penempelan pada sekuen DNA yang salah sehingga hasil PCR yang didapatkan tidak seperti yang diharapkan. Sebaliknya apabila primer berkonsentrasi rendah, proses PCR tidak dapat berjalan secara efisien, karena hasil amplifikasi yang diperoleh akan sangat sedikit. Penentuan konsentrasi primer secara tepat kadang-kadang harus melalui uji coba dengan menggunakan primer pada konsentrasi sangat rendah sampai konsentrasi sangat tinggi.
3. Enzim Taq Polymerase yang beredar saat ini terdiri atas dua macam, yaitu enzim alami (native) yang diisolasi dari sel bakteri Thermus aquaticus dan enzim rekombinan yang disintesis di dalam sel bakteri E. coli. Pada dasarnya tidak ada perbedaan di antara keduanya sehingga kita dapat menggunakan keduanya. Konsentrasi enzim yang dibutuhkan tidak lebih dari 1 unit. Penggunaan 0,3 unit enzim masih memberikan hasil PCR yang berkualitas baik. Namun demikian, konsentrasi enzim yang berlebihan dapat menyebabkan amplifikasi DNA pada sekuen yang bukan target.
4. Deoxyribonucleoside Triphosphate (dNTPs) merupakan material utama yang dibutuhkan untuk sintesis DNA baru dalam proses PCR. Konsentrasi yang dibutuhkan sebanyak 200µM untuk tiap dNTP yang terdiri atas dATP, dGTP, dCTP, dTTP. Material ini tersedia dalam bentuk campuran keempat dNTP tersebut atau dalam bentuk terpisah satu sama lain.
5. Larutan penyangga (buffer) yang biasa digunakan untuk reaksi PCR mengandung 10 mM Tris-HCl pH 8,3 50 mM KCl dan 1,5mM MgCl2. Keberadaan ion Mg sangat penting dan perlu disesuaikan konsentrasinya apabila ada perubahan konsentrasi pada DNA target atau primer atau dNTP.
Tiap putaran reaksi PCR terdiri atas tiga tahap, yaitu denaturasi template, penempelan primer (annealing) dan polimerisasi primer yang masing-masing berlangsung pada suhu lebih kurang 95°C, 50°C dan 70°C.
Pada tahap denaturasi, pasangan untai DNA template terpisah satu sama lain karena terputusnya ikatan hidrogen antar basa-basanya sehingga menjadi untai tunggal.
Pada tahap selanjutnya, masing-masing untai tunggal akan ditempeli primer. Jadi, ada dua buah primer yang masing-masing menempel pada untai tunggal DNA template. Biasanya, kedua primer tersebut dinamakan primer maju (forward primer) dan primer mundur (reverse primer). Sepasang primer tersebut akan berhibridisasi menjadi sekuen komplementer pada untai tunggal DNA. Pasangan primer tersebut dipilih sedemikian rupa agar satu primer bersifat komplementer terhadap salah satu ujung gen yang diinginkan pada salah satu rantai. Sementara itu, primer kedua bersifat komplementer dengan ujung yang lainnya pada untai DNA yang satu lagi. Primer akan membentuk ikatan hidrogen dengan sekuen komplementernya sehingga terbentuklah molekul untai ganda yang stabil.
Setelah menempel pada untai DNA template, primer mengalami polimerisasi mulai dari tempat penempelannya hingga ujung 5’ DNA template (ingat: polimerisasi DNA selalu berjalan dari ujung 5’ ke ujung 3’ atau berarti dari ujung 3’ ke ujung 5’ untai template nya). Dengan demikian, pada akhir putaran reaksi pertama akan diperoleh dua pasang untai DNA jika DNA template awalnya berupa sepasang untai DNA.
Pasangan-pasangan untai DNA yang diperoleh pada suatu akhir putaran reaksi akan menjadi template pada putaran reaksi berikutnya. Begitu seterusnya hingga pada putaran yang ke n diharapkan akan diperoleh fragmen DNA pendek sebanyak 2n-2n. Fragmen DNA pendek yang dimaksudkan adalah fragmen yang ukurannya sama dengan jarak antara kedua tempat penempelan primer. Fragmen pendek inilah yang merupakan ukuran target yang memang dikehendaki untuk digandakan (diamplifikasi).

Gambar 1. Siklus Pembentukan Molekul DNA baru dalam Proses PCR
Bisa kita bayangkan seandainya PCR dilakukan dalam 20 putaran saja, maka pada akhir reaksi akan diperoleh fragmen urutan target sebanyak 220-2(20) = 1.048.576-40 = 1.048.536. Jumlah ini masih dengan asumsi bahwa DNA template awalnya hanya satu untai ganda. Padahal kenyataanya, hampir tidak mungkin DNA template awal hanya berupa satu untai ganda. Jika DNA template awal terdiri atas 20 untai ganda saja, maka jumlah tadi tinggal dikalikan 20 menjadi 20.970.720, suatu jumlah yang sangat cukup bila akan digunakan sebagai fragmen pelacak.

DAFTAR PUSTAKA
Muladno. 2002. Seputar Teknologi Rekayasa Genetika. Edisi I. Bogor: Pustaka Wirausaha Muda dan USESE Foundation. Hal 61-65.
Stansfield, W.D; J. S. Colone; and R. J. Cano. 2003. Moleculer and Cell Biology. Mc. Graw-Hill Companies. Hal 84.
Susanto, A.H. 2008. Polymerase Chain Reaction. Unsoed
Yuwono, T. 2006. Teori dan Aplikasi Polymerase Chain Reaction. Yogyakarta: Penerbit ANDI. Hal 01-02.


Readmore »»

Kloning

Penemuan-penemuan dalam bidang biologi molekuler telah memungkinkan para ilmuwan untuk menduplikasi fenomena transfer genetik di dalam laboratorium dan mengembangkan metode untuk mengintroduksi hampir semua jenis informasi genetik ke dalam suatu organisme. Teknologi genetik telah mencapai titik dimana kita dapat menciptakan duplikat yang sama dari hewan-hewan tingkat tinggi. Kita telah menghasilkan klon domba dan monyet serta embrio manusia telah berhasil diduplikasi dalam laboratorium. Kelahiran dolly, domba hasil klon yang pertama, memang sebuah kejadian yang penting. Dolly direproduksi tanpa bantuan domba jantan, dari sebuah sel kelenjar susu, bukan dari sel reproduksi, yang diambil secara acak dari seekor domba dewasa.

Gen menjadi dasar dalam pengembangan penelitian genetika meliputi pemetaan gen dan menganalisis posisi gen pada kromosom. Hasil penelitian telah berkembang pesat dengan diketahuinya DNA sebagai material genetik beserta strukturnya, kode-kode genetik serta proses transkripsi dan translasi. Suatu penelitian yang merupakan revolusi dalam biologi modern adalah setelah munculnya metode teknologi DNA rekombinan atau rekayasa genetika yang inti prosesnya adalah kloning gen yang merupakan suatu prosedur untuk memperoleh replika yang dapat sama dari sel atau organisme tunggal.
Kloning pada umumnya adalah perbanyakan DNA rekombinan, yaitu DNA yang sudah direkayasa dengan teknik penggabungan/penyisipan gen dari satu organisme satu ke dalam genom organisme lain (transplantasi gen/teknologi plasmid). Contohnya: kloning gen penghasil insulin dari kelenjar pankreas manusia, disisipkan ke dalam plasmid bakteri Escherichia coli sehingga bakteri tersebut dapat mengekspresikan gen tersebut dan menghasilkan insulin manusia dalam jumlah banyak, mengingat bakteri sangat cepat membelah diri dan bertambah banyak dengan cepat.
Ada beberapa langkah dasar dalam kloning gen, yaitu:
1. Suatu fragmen DNA yang mengandung gen yang akan diklon diinsersikan pada molekul DNA sirkular yang disebut vektor untuk menghasilkan chimera atau molekul DNA rekombinan.
2. Vektor bertindak sebagai wahana yang membawa gen masuk ke dalam sel tuan rumah (host) yang biasanya berupa bakteri, walaupun sel-sel jenis lain dapat digunakan.
3. Di dalam sel host, vektor mengadakan replikasi menghasilkan banyak kopi atau turunan yang identik baik vektornya sendiri maupun gen yang dibawanya.
4. Ketika sel host membelah, kopi molekul DNA rekombinan diwariskan pada progeny dan terjadi replikasi vektor selanjutnya.
5. Setelah terjadi sejumlah besar pembelahan sel, maka dihasilkan koloni atau klon sel host yang identik.
Tiap-tiap sel dalam klon mengandung satu kopi atau lebih molekul DNA rekombinan dan dapat dikatakan bahwa gen yang dibawa oleh molekul rekombinan telah berhasil diklon.

Wahana dan ketrampilan dasar untuk Kloning Gen
Komponen penting dalam eksprerimen kloning gen adalah wahana yang membawa gen masuk ke dalam sel host dan bertanggung jawab atas replikasinya. Untuk dapat bertindak sebagai wahana suatu molekul DNA harus mampu memasuki sel tuan rumah serta dapat mengadakan replikasi untuk menghasilkan kopi dalam jumlah besar.
Dua jenis molekul DNA alamiah yang memenuhi persyaratan tersebut adalah:
1. Plasmid, merupakan molekul DNA sirkuler yang terdapat dalam bakteri dan berbagai organisme lain. Plasmid dapat melakukan replikasi dengan tidak tergantung pada kromosom sel tuan rumah.
2. Kromosom virus, terutama bakteriofag, yaitu virus yang harus menginfeksi bakteri pada waktu infeksi molekul DNA bakteriofag diinfeksikan ke dalam sel tuan rumah dan kemudian DNA mengalami replikasi.
Molekul DNA plasmid dan bacteriofag mempunyai sifat-sifat dasar yang ditentukan sebagai wahana kloning, namun sifat ini tidak berguna tanpa adanya teknik-teknik eksperimen untuk manipulasi molekul DNA di dalam laboratorium. Ketrampilan dasar untuk melalukan kloning secara sederhana adalah:
1. Preparasi sampel DNA murni
2. Pemotongan DNA murni
3. Analisis ukuran fragmen DNA
4. Penggolongan molekul DNA
5. Memasukkan molekul DNA ke dalam sel tuan rumah
6. Identifikasi sel yang mengandung molekul DNA rekombinan

Adapun teknik-teknik kloning gen yang umum dilakukan adalah sebagai berikut:

Kloning Gen Eukariotik dalam Plasmid Bakteri
Pengekspresian gen eukariot di dalam ruang lingkup gen prokariot sangatlah sulit, karena kedua gen tersebut susunannya berbeda, selain itu adanya daerah bukan pengkode (intron) di dalam DNA eukariotik yang cukup panjang dapat mencegah ekspresi gen yang benar oleh sel prokariot. Untuk mengatasi hal tersebut, maka ketika enzim restriksi memotong DNA eukariot, di bagian hulu fragmen DNA tersebut harus disisipi oleh promoter prokariot. Pada saat gen eukariot disisipkan, bakteri dapat mengenali promoter, dan langsung mengekspresikan gen tersebut. Untuk hal yang kedua, bisa diatasi dengan merubah mRNA menjadi DNA komplementer (complementary DNA/cDNA) menggunakan enzim transcriptase balik (reverse transcriptase), yaitu enzim yang diisolasi dari retrovirus. mRNA bisa digunakan karena pada mRNA, intronnya telah dikeluarkan pada saat proses splicing.
Setelah DNA ditransplantasi menghasilkan DNA rekombinan, maka DNA tersebut harus dimasukkan kembali ke dalam inang supaya dapat berekspresi. Pemasukan DNA rekombinan bisa dengan cara elektroporasi (memberikan kejutan listrik untuk membuka membran sel) atau dengan cara penyuntikan (mikroinjeksi) atau dengan cara transformasi, yaitu penyerapan DNA rekombinan dari larutan.

Kloning DNA secara in vitro
Pengklonan DNA di dalam sel tetap merupakan metode terbaik untuk mempersiapkan gen tertentu dalam jumlah banyak. Namun ketika sumber DNA sangat sedikit dan tidak murni, maka dapat digunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction), sehingga setiap fragmen DNA dapat disalin beberapa kali dengan cepat dan diperkuat (amplifikasi) tanpa menggunakan sel. Adapun yang dibutuhkan dalam PCR adalah enzim DNA polymerase yang tahan panas, potongan DNA untai tunggal sebagai primer dan pasokan nukleotida.
Sejak tahun 1985, PCR telah banyak digunakan dalam penelitian biologis kedokteran, sosial dan hukum. Contohnya: PCR digunakan untuk memperkuat DNA gajah purba (Mammoth) yang telah berusia 40.000 tahun, PCR digunakan untuk mendeteksi pelaku kejahatan dari sampel DNA air mani, darah atau jaringan tubuh pelaku lainnya atau PCR ini digunakan untuk mendeteksi patogen yang sulit terdeteksi seperti DNA virus HIV.


Readmore »»

DNA Rekombinan

Secara singkat DNA rekombinan dapat didefinisikan sebagai teknik yang dapat diaplikasikan untuk menggabungkan molekul DNA. Terjadinya proses rekombinasi secara alami dapat terjadi sehingga gen dapat berpindah dari satu organisme ke organisme lain yang keduanya memiliki hubungan kekerabatan. Dengan kemajuan teknologi molekuler, perpindahan gen dapat terjadi antar organisme yang sama sekali tidak memiliki hubungan kekerabatan. Misalnya gen manusia dipindahkan ke dalam bakteri. Perpindahan tersebut mengakibatkan terbentuknya molekul DNA yang berasal dari sumber yang berbeda dapat digabungkan menjadi apa yang disebut DNA rekombinan.

Beberapa teknik yang dipelajari dalam DNA rekombinan adalah:
1. Teknik untuk mengisolasi DNA
2. Teknik untuk memotong DNA
3. Teknik untuk menggabungkan atau menyambung DNA
4. Teknik untuk memasukkan DNA ke sel hidup
Biasanya DNA rekombinan merupakan gabungan antara DNA vektor yang merupakan molekul DNA yang dapat mereplikasi dirinya sendiri dan DNA asing yang biasanya berupa gen dari suatu makhluk hidup. Vektor tersebut berfungsi sebagai pembawa DNA asing yang berasal dari satu organisme untuk dipindahkan ke dalam organisme lain.
Kumpulan teknik-teknik tersebut telah dikembangkan oleh para ilmuwan sehingga memungkinkan bagi kita untuk mengisolasi DNA dari berbagai organisme, menggabungkan DNA yang berasal dari organisme yang berbeda sehingga terbentuk kombinasi DNA, memasukkan DNA rekombinan ke dalam sel organisme prokariot maupun eukariot hingga DNA rekombinan tersebut dapat bereplikasi dan bahkan dapat diekspresikan di dalam organisme tersebut sehingga dapat menghasilkan protein. Misalnya: gen penyandi insulin (hormon yang digunakan bagi penderita penyakit diabetes) yang disisipkan ke vektor dan kemudian vektor tersebut dimasukkan ke dalam E. coli. Sel ini kemudian dapat menghasilkan hormon insulin yang secara alami sel tersebut tidak mampu menghasilkannya.
Untuk membuat DNA rekombinan, setidaknya digunakan dua macam enzim yaitu enzim endonuclease yang berfungsi sebagai pemotong molekul DNA. Karena fungsinya, enzim ini sering disebut sebagai enzim pemotong (restriction enzyme). Enzim lainnya adalah enzim ligase yang berfungsi menggabungkan molekul DNA yang sudah dipotong ke molekul DNA lain.

Proses Pembuatan DNA Rekombinan
Jika kita memiliki gen X sepanjang 2000 pasang basa yang diisolasi dari bakteri Zymobacter palmae. Kita ingin memperbanyak gen tersebut dengan memanfaatkan sel bakteri E. coli sebagai organisme yang menggandakan jumlah gen tersebut. Jadi, kita ingin membuat DNA rekombinan yang merupakan gabungan molekul DNA vektor (misalnya plasmid) dan gen X tersebut.
Molekul DNA plasmid yang berbentuk bulat dan berukuran 3000 pasang basa dipotong dengan menggunakan enzim endonuclease yang sama dengan enzim endonuclease yang digunakan untuk memotong gen X tersebut. Kedua jenis potongan tersebut kemudian digabungkan oleh enzim ligase. Penggabungan kedua macam molekul dapat terjadi secara acak, sehingga sedikitnya ada dua kemungkinan yang terjadi, yaitu:
1. Molekul DNA plasmid menggabung kembali seperti bentuk semula (bulat) dan tidak membawa gen X. Pada kasus ini, ukuran molekul DNA tetap 3000 pasang basa.
2. Molekul DNA plasmid bergabung dengan gen X. Ini merupakan DNA rekombinan DNA rekombinan yang dikehendaki dengan ukuran 3 kb + 2 kb = 5 kb.
Teknologi DNA rekombinan telah memberikan banyak manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan maupun bagi kehidupan manusia sehari-hari. Beberapa jenis obat-obatan, vaksin, bahan pangan, bahan pakaian dan lainnya diproduksi dengan memanfaatkan teknologi DNA rekombinan.



Readmore »»

Aplikasi Bioteknologi

Sejak berabad-abad bioteknologi yang menggunakan mikroorganisme telah berlangsung secara tradisional, seperti pada proses pembuatan anggur, bir, keju, sake dan lain-lain. Proses tradisional ini hanya menggunakan dan mengandalkan proses genetik alami dari mikroba. Di jaman modern, bioteknologi lebih banyak menggunakan sumber genetik (DNA) organisme yang telah dimanipulasi dan disebut dengan rekayasa genetika. Hal tersebut telah memungkinkan para ilmuwan untuk memodifikasi gen-gen spesifik dan memindahkannya di antara organisme yang berbeda. Namun demikian, dengan meluasnya aplikasi rekayasa genetika di segala bidang, perlu juga diperhatikan masalah-masalah sosial dan etika yang dapat timbul.

Aplikasi bioteknologi secara tradisional
Cakupan bioteknologi belum mengenal adanya istilah genetika dan kloning. Bioteknologi berupa pemanfaatan mikroba dalam fermentasi, seleksi atau persilangan tradisional di bidang pertanian dan peternakan untuk mencari bibit unggul. Aplikasi dalam bioteknologi tradisional adalah:
Seleksi pemilihan sifat yang sesuai dengan keinginan manusia
Hibridisasi perkawinan silang antar dua individu dengan sifat-sifat yang diinginkan manusia dengan tujuan memperbaiki keturunan. Contoh hibridisasi di bidang peternakan, antara lain:
• Silang murni (purebreeding), yaitu jantan dan betina yang disilangkan sesama bangsanya.
• Silang dalam (inbreeding), yaitu jantan dan betina yang disilangkan masih memiliki hubungan keluarga.
• Silang luar (crossbreeding), yaitu jantan dan betina yang disilangkan berbeda bangsa namun memiliki darah murni dan tujuan dari persilangan ini adalah membentuk ras baru.
• Upgrading, yaitu jantan yang telah diketahui kualitasnya disilangkan dengan betina setempat.


Adapun bidang pertanian, tanaman hasil persilangan diantaranya: padi Bogowonto, Mahakam, Peta Baru (PB) dan Cisadane. Di Indonesia, perkembangan bioteknologi pertanian masih bersandar pada bioteknologi tingkat tua yaitu pemanfaatan pada tingkat seluler bukan molekuler. Contohnya adalah pemanfaatan industri kultur jaringan yang berkembang baik dalam industri kehutanan dengan kebutuhan penyediaan bibit tanaman untuk reboisasi maupun untuk estetika seperti bunga-bunga untuk pajangan seperti anggrek. Kultur jaringan adalah pembuatan bibit dan perbanyakannya menggunakan variasi komposi media. Sumber organ tumbuhan dapat memanfaatkan biji, daun maupun tunas. Selain itu, bioteknologi secara sederhana juga dapat diaplikasikan dalam teknologi pengolahan pangan meskipun belum tereksploitasi secara optimal. Misalnya komposisi kecap yang membedakan rasa, warna dan aroma sangat dipengaruhi oleh kedelai sebagai bahan baku dan mikroba yang digunakan dalam proses pembuatan kecap. Selain itu, kebutuhan yang besar adalah enzim dan protein yang banyak digunakan dalam proses pembuatan produk pangan seperti enzim protease, enzim lipase, dsb. Pemanfaatan di bidang kosmetik dan kebersihan juga mulai terasa dampaknya dengan munculnya pasta gigi yang mengurangi detergen dengan mengganti protease dan shampoo dengan mengganti komposisi protein collagen.
Aplikasi Bioteknologi secara modern
Bioteknologi yang telah memanfaatkan pengetahuan genetika dan kloning atau secara umum disebut rekayasa genetika. Misalnya:
1. Mutasi buatan : mutasi yang ditujukan untuk merubah susunan gen, sehingga sifat yang diturunkan pun berubah. Mutasi buatan ini umumnya menggunakan radiasi. Contohnya: Padi var. Atomita I dan II, kedelai var. Muna.
2. Transplantasi gen : penyisipan gen organisme satu ke genom organisme lain dengan tujuan untuk produksi suatu senyawa dalam skala besar dan cepat untuk terapi medis atau untuk mengatasi masalah lingkungan.
3. Hibridoma : teknik pencangkokan sel dengan materi genetik dari sel yang lain. Umumnya digunakan untuk terapi medis kekebalan tubuh (immunoterapi) dan kanker. Contohnya pemasukan genom penghasil antibodi dari sel limfosit ke dalam sel kanker yang sangat cepat berproliferasi, sehingga sel kanker tersebut dapat menghasilkan antibodi dan dapat melawan sel kanker lainnya atau zat asing yang masuk ke dalam tubuh dengan cepat yang secara normal tidak bisa diatasi oleh antibodi dari sel limfosit saja.
4. Kloning : teknik perbanyakan sel, jaringan atau organisme secara aseksual, biasa melibatkan dua induk atau satu induk.
5. Transfer Embrio : teknik yang dapat diaplikasikan untuk mempercepat produksi ternak sapi potong baik secara kuantitas maupun kualitas.


Readmore »»

Bioteknologi?

Bioteknologi secara umum berarti meningkatkan kualitas suatu organisme melalui aplikasi teknologi. Aplikasi teknologi tersebut dapat memodifikasi fungsi biologis suatu organisme dengan menambahkan gen dari organisme lain atau merekayasa gen pada organisme tersebut. Perubahan sifat biologis melalui rekayasa genetika tersebut mengakibatkan lahirnya organisme baru produk bioteknologi dengan sifat-sifat yang menguntungkan bagi manusia.
Bioteknologi adalah cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan makhluk hidup maupun produk dari makhluk hidup dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Dewasa ini perkembangan bioteknologi tidak hanya didasari pada biologi semata, tetapi juga pada ilmu-ilmu terapan dan murni lainnya, seperti biokimia, komputer, biologi molekuler, mikrobiologi, genetika, kimia, matematika dan lain sebagainya. Dengan kata lain, bioteknologi adalah ilmu terapan yang menggabungkan berbagai cabang ilmu dalam proses produksi barang dan jasa.

Ciri utama bioteknologi adalah:
1. Adanya agen biologi berupa mikroorganisme, tumbuhan atau hewan
2. Adanya pendayagunaan secara teknologi dan industry
3. Produk yang dihasilkan adalah hasil ekstraksi dan pemurnian



Gambar 1. Kegunaan bioteknologi untuk memenuhi kebutuhan manusia

Bioteknologi secara sederhana sudah dikenal oleh manusia sejak ribuan tahun yang lalu. Sebagai contoh, di bidang teknologi pangan adalah pembuatan bir, roti, maupun keju yang sudah dikenal sejak abad ke 19, pemuliaan tanaman untuk menghasilkan varietas-varietas baru di bidang pertanian, serta pemuliaan dan reproduksi hewan. Di bidang medis, penerapan bioteknologi di masa lalu dibuktikan antara lain dengan penemuan vaksin, antibiotic dan insulin walaupun masih dalam jumlah yang terbatas akibat proses fermentasi yang tidak sempurna. Perubahan signifikan terjadi setelah penemuan bioreactor oleh Louis Pasteur. Dengan alat ini, produksi antiobiotik maupun vaksin dapat dilakukan secara massal.
Pada masa kini, bioteknologi berkembang sangat pesat, terutama di Negara-negara maju. Kemajuan ini ditandai dengan ditemukannya berbagai macam teknologi semisal rekayasa genetika, kultur jaringan, rekombinan DNA, pengembangbiakan sel induk, kloning dan lain-lain. Teknologi ini memungkinkan kita untuk memperoleh penyembuhan penyakit-penyakit genetic maupun kronis yang belum dapat disembuhkan, seperti kanker ataupun AIDS. Penelitian di bidang pengembangan sel induk juga memungkinkan para penderita stroke ataupun penyakit lain yang mengakibatkan kehilangan atau kerusakan pada jaringan tubuh dapat sembuh seperti sedia kala. Di bidang pangan, dengan menggunakan teknologi rekayasa genetika, kultur jaringan dan rekombinan DNA, dapat dihasilkan tanaman dengan sifat dan produk unggul karena mengandung zat gizi yang lebih jika dibandingkan tanaman biasa, serta jauh lebih tahan terhadap hama maupun tekanan lingkungan. Penerapan bioteknologi di masa ini juga dapat dijumpai pada pelestarian lingkungan hidup dari polusi. Sebagai contoh, pada penguraian minyak bumi yang tertumpah ke laut oleh bakteri dan penguraian zat-zat yang bersifat toksik di sungai atau laut dengan menggunakan bakteri jenis baru.
Perkembangan bioteknologi secara singkat dapat dibagi ke dalam beberapa generasi yaitu:
1. Era bioteknologi generasi pertama = bioteknologi sederhana
Penggunaan mikroba masih secara tradisional dalam produksi makanan dan tanaman serta pengawetan makanan.
Contoh: pembuatan tempe, tape, cuka dan lain-lain
2. Era bioteknologi generasi kedua
Proses berlangsung dalam keadaan tidak steril
Contoh:
a. Produksi bahan kimia: aseton dan asam sitrat
b. Pengolahan air limbah
c. Pengolahan kompos
3. Era bioteknologi generasi ketiga
Proses dalam kondisi steril
Contoh: produksi antibiotik dan hormon
4. Era bioteknologi generasi baru = bioteknologi baru
Contoh: produksi insulin, interferon, antibodi monoklonal
Kemajuan di bidang bioteknologi tidak lepas dari berbagai kontroversi yang melingkupi perkembangan teknologinya. Sebagai contoh, teknologi kloning dan rekayasa genetika terhadap tanaman pangan mendapat kecaman dari berbagai macam golongan.

Readmore »»