Krisis kedelai sebagai bahan baku tahu, tempe dan kecap menjadi masalah nasional karena ternyata 60% lebih masih diimpor dan harganya semakin melambung. Pusat Penelitian dan Pengembangan Biotek LIPI yang berdiri pada tahun 1986 memiliki riset yang salah satunya difokuskan pada upaya memacu produktivitas kedelai yang ada. Caranya dengan mencari mikroba yang dapat memacu pertumbuhan kedelai. Produksinya dapat dimanfaatkan untuk mendukung program ketahanan pangan. Penelitian ini, jelas Endang Sukara, Deputi Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI, telah menemukan isolat Rhizobium BTCC-B64 sebagai satu dari ratusan koleksi isolat terseleksi yang punya keistimewaan karena mampu bersimbiosis secara efektif dengan banyak galur kedelai, kacang hijau dan sengon.
Peneliti mikroba tanah pada Puslit Bioteknologi LIPI, Harmastini Sukiman, M. Agr, menjelaskan cara kerjanya adalah dengan menginjeksikan Rhizobium BTCC-B64 ke dalam biji kedelai pada tekanan 1 atm. Rhizobium BTCC-B64 bertahan hidup dan memperbanyak diri pada tingkat keasaman yang sangat rendah (pH 2), dapat membentuk bintil akar pada kondisi asam (pH 3), dapat meningkatkan nitrogen tanah sampai 20% setelah penanaman dan tidak memerlukan pupuk sama sekali.
Dari uji tebaran di Musi Rawas untuk 1 ha lahan menggunakan benih kedelai plus dapat diperoleh hasil panen 3,6 ton yang sebelumnya menggunakan benih kedelai biasa hasil panennya 1,4 ton per ha. Adapun keuntungan kedelai plus lainnya adalah mudah diaplikasikan oleh petani, mikroba yang diinsersikan mampu tumbuh dan bersimbiosis pada lahan asam (pH 2-4). Puslit bioteknologi LIPI juga mengembangkan inovasi pupuk berbasis mikroba yaitu VA-Mikorisa. Pupuk ini menggunakan inokulum penumbuh mikroba di dalam media tanah yang mempunyai kemampuan sebagai penambat phosphat, meningkatkan pertumbuhan hormon, hara dan mineral.
Manfaat pupuk memacu pertumbuhan benih, mempersingkat waktu persemaian dan ketahanan terhadap stress, air dan serangan penyakit akar, mengurangi biaya pemeliharaan dan ramah lingkungan.
Kepala puslit bioteknologi LIPI, Prof. Dr. Ir. Bambang Prasetya, mengungkapkan bahwa perkembangan lebih lanjut dilakukan dengan menjalin kerja sama dengan pihak swasta dengan melakukan percobaan skala lapangan di Cicadas, Bogor. Selain itu juga akan dilakukan penanaman dalam skala besar, antara lain sedang dijajaki di Sulawesi Tenggara, sudah saatnya Indonesia mengurangi ketergantungan pada kedelai impor dengan memberi peluang dan kemudahan bagi petani untuk mengembangkan sumber daya lokal. Hal ini memerlukan dukungan kebijakan pemerintah untuk mendorong produksi benih unggul oleh lembaga riset. Selanjutnya, mendistribusikan ke petani secara gratis sehingga petani terdorong menggunakan produk lokal.
(Sumber: MEDIA BIOTEK Vol 1, No 1 Maret 2008)
Peneliti mikroba tanah pada Puslit Bioteknologi LIPI, Harmastini Sukiman, M. Agr, menjelaskan cara kerjanya adalah dengan menginjeksikan Rhizobium BTCC-B64 ke dalam biji kedelai pada tekanan 1 atm. Rhizobium BTCC-B64 bertahan hidup dan memperbanyak diri pada tingkat keasaman yang sangat rendah (pH 2), dapat membentuk bintil akar pada kondisi asam (pH 3), dapat meningkatkan nitrogen tanah sampai 20% setelah penanaman dan tidak memerlukan pupuk sama sekali.
Dari uji tebaran di Musi Rawas untuk 1 ha lahan menggunakan benih kedelai plus dapat diperoleh hasil panen 3,6 ton yang sebelumnya menggunakan benih kedelai biasa hasil panennya 1,4 ton per ha. Adapun keuntungan kedelai plus lainnya adalah mudah diaplikasikan oleh petani, mikroba yang diinsersikan mampu tumbuh dan bersimbiosis pada lahan asam (pH 2-4). Puslit bioteknologi LIPI juga mengembangkan inovasi pupuk berbasis mikroba yaitu VA-Mikorisa. Pupuk ini menggunakan inokulum penumbuh mikroba di dalam media tanah yang mempunyai kemampuan sebagai penambat phosphat, meningkatkan pertumbuhan hormon, hara dan mineral.
Manfaat pupuk memacu pertumbuhan benih, mempersingkat waktu persemaian dan ketahanan terhadap stress, air dan serangan penyakit akar, mengurangi biaya pemeliharaan dan ramah lingkungan.
Kepala puslit bioteknologi LIPI, Prof. Dr. Ir. Bambang Prasetya, mengungkapkan bahwa perkembangan lebih lanjut dilakukan dengan menjalin kerja sama dengan pihak swasta dengan melakukan percobaan skala lapangan di Cicadas, Bogor. Selain itu juga akan dilakukan penanaman dalam skala besar, antara lain sedang dijajaki di Sulawesi Tenggara, sudah saatnya Indonesia mengurangi ketergantungan pada kedelai impor dengan memberi peluang dan kemudahan bagi petani untuk mengembangkan sumber daya lokal. Hal ini memerlukan dukungan kebijakan pemerintah untuk mendorong produksi benih unggul oleh lembaga riset. Selanjutnya, mendistribusikan ke petani secara gratis sehingga petani terdorong menggunakan produk lokal.
(Sumber: MEDIA BIOTEK Vol 1, No 1 Maret 2008)
0 komentar:
Posting Komentar